Indonesia Mendorong Kenaikan Impor Energi dan Hasil Pertanian dari Amerika Serikat


https://jejakkalbar.web.id/

Dalam rangka menerapkan kebijakan tariff saling kembali yang diajukan oleh Presiden AS Donald Trump, Indonesia sedang mencoba untuk memperbesar volume impornya dari Amerika Serikat. Menurut Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati, pihaknya saat ini fokus pada upaya perluasan pengimporan beberapa jenis barang utama dari AS, di antaranya adalah minyak bumi, LNG atau Gas Alam Cair, dan juga hasil-hasil pertanian seperti gandum, kedelai, dan jagung. Dia pun menekankan betapa vitalnya pasokan produk-produk peternakan tersebut dari AS dalam menjaga stabilitas persediaan pangan di tanah air.

“Barang-barang seperti gandum, kedelai, dan jagung adalah hasil pertanian yang turut dimanfaatkan di Indonesia dengan jumlah yang lumayan besar. Kami melakukan impor bukan hanya dari Amerika Serikat melainkan pula berasal dari berbagai negeri lainnya. Oleh karena itu, dalam hal tersebut, kami bisa terus mendiskusikan cara-cara agar mampu meredam perbedaan serta menjadikan AS sebagai penyedia utama bagi tipe hasil panen semacam ini,” jelas Menteri Keuangan saat ditemui di Washington, Minggu (26/4).

Di bidang energi, Menteri Keuangan menyatakan bahwa walaupun Indonesia adalah produsen minyak dan gas, kapasitas produksinya belum mampu memenuhi permintaan domestik. Karena alasan tersebut, pihak berwenang di Indonesia mengidentifikasi kesempatan untuk meningkatkan impor bahan bakar, terutama LNG, dari Amerika Serikat.

“Jadi ini semua merupakan bidang di mana kita pasti bisa mendelegasikan pengelolaan minyak dan gas dari Amerika Serikat, termasuk produk-produk Boeing dan lainnya. Terdapat pula berbagai macam barang mentah serta hasil produksi yang dapat kita kurangi, minimalkan, atau bahkan hapuskan kelebihannya,” ujarnya.

Dia menyebutkan bahwa hambatan dalam bidang perdagangan dan luar perdagangan saat ini menjadi perhatian utama pemerintah Indonesia. Terus menerus, Indonesia mengadakan penilaian berkala atas bermacam-macam rintangan perdagangan, termasuk bea masuk serta birokrasi lainnya, untuk membentuk lingkungan bisnis dagang yang lebih transparan dan produktif.

“Secara tarif, kebanyakan tarif di Indonesia memang cukup rendah, namun kita akan terus mengkaji dan menganalisis apakah ada bidang tertentu yang bisa ditingkatkan,” ungkapnya, sang mantan Direktur Pelaksana Bank Dunia tersebut.

Mengenai hambatan non-tarif, Menteri Keuangan menyatakan bahwa Indonesia masih mempunyai beberapa aturan yang sering kali menjadi sorotan lantaran dianggap dapat menghalangi perdagangan.

‘’Sama seperti dalam tahap pengelolaan dokumen, contohnya di bagian bea cukai ketika impor barang, ataupun pada aspek evaluasi, prosedur pajak, atau isolasi bagi hasil bumi,’ kata dia.’

Pos terkait