Saham Perbankan Turun Drastis, BCA Jatuh ke Titik Terendah menjelang Libur Lebaran 2025


https://jejakkalbar.web.id/

– Beberapa saham sektor perbankan dalam negeri mencatatkan penurunan hingga menyentuh titik terendahnya selama masa liburan Lebaran Idul Fitri tahun 2025, salah satunya adalah PT Bank Central Asia Tbk (BBCA).

Menurut data dari https://jejakkalbar.web.id/, harga saham BBCA jatuh hingga menyentuh titik terendah sebesar Rp 7.775 per lembar di mana saja itu terjadi, dengan penurunan sebesar 3,42% atau turun Rp 275.

Ternyata, saham BBCA kembali naik dan mencapai level Rp 9.900 per lembar pada tanggal 17 Januari 2025, hampir menyentuh harga tertingginya di tahun 2024 yang sebesar Rp 10.950 per lembar.

Menanggapi masalah tersebut, Presiden Direktur BCA, Jahja Setiaatmadja menyampaikan bahwa penurunan harga saham tidak hanya menimpa BBCA, tetapi juga beberapa bank lainnya, termasuk BBNI, BMRI, dan BBRI.

“Saya rasa tidak hanya BCA, tetapi saya juga memperhatikan beberapa bank lain seperti Mandiri, BRI, dan BNI serta berbagai bank swasta lainnya; polanya hampir mirip dengan yang terjadi di BCA,” ungkap Jahja Setiaatmadja pada konferensi pers baru-baru ini.

Selanjutnya, ia pun mengungkapkan penyebab dari jatuhnya harga saham BBCA saat masa liburan Idulfitri. Menurut pandangannya, hal tersebut berkaitan erat dengan berita mengejutkan yang disampaikan oleh Presiden AS, Donald Trump.

“Sebab kita masih ingat, saat libur panjang di bulan Ramadhan dan Lebaran, kami mendapat kejutan dari sahabat kita, Mr. Trump, yang secara tiba-tiba menyatakan adanya penambahan tarif bea masuk bagi setiap negara dengan saldo kredit yang dinilai merugikan Amerika Serikat,” jelas Jahja.

“Inklusif kita di Indonesia mengalami dampak sebesar 32 persen. Karena alasan tersebut, saat pasar dibuka lagi setelah Idul Fitri pada tanggal 9 April, ada penyesuaian harga yang signifikan untuk seluruh saham perbankan,” jelasnya.

Dia menyebutkan bahwa usai mengimplementasikan kebijakan tariff balasan dengan Amerika Serikat, banyak investor memilih untuk melepas aset mereka di bursa saham. Hal ini terjadi pada investor baik dari dalam maupun luar negeri.

“Sebagai seorang investor, ketika mendengar sebuah berita yang tidak pasti, belum mengetahui dampaknya terhadap risikonya bagi bank mereka, langkah pertama adalah menjual saham tersebut. Sikap atau kebiasaan ini memang seperti itu, baik para investor lokal maupun asing bersaing untuk menjadi orang pertama yang melepas sahamnya,” ungkap Jahja.

“Setelah mencapai posisi bawah, sebenarnya baru dimulailah proses pengamatan tentang respon dan bagaimana bank-bank serta perusahaan-perusahaan lain dengan fondasi kuat ini mulai dipertimbangkan kembali oleh pasar. Inilah yang menyebabkan pemulihan,” jelasnya.

Pos terkait